Pimpinan kelompok itu, Pamela Geller mengatakan warga AS, Muslim atau siapa pun selayaknya tidak memimpikan pembangunan Masjid di dekat Ground Zero, karena tindakan itu sama artinya menusuk mata Amerika. "Apa yang lebih menghinakan dan mempermalukan AS daripada sebuah monster Masjid dalam bayang-bayang gedung World Trade Center yang hancur oleh serangan jihad kelompok Islamis," kata Geller.
Geller juga menuding bahwa Islam memiliki sejarah membangun Masjid di atas tempat-tempat suci agama lain sebagai simbol dominasi kaum Muslimin. Geller menyebut Masjid Al-Aqsa yang katanya dibangun di atas Bait Suci agama Yahudi di Yerusalem, lalu Masjid Ayasofya yang kata Geller dibangun di bekas basilika Hagia Sophia di Istanbul serta Masjid Ummayah di Damaskus yang menurut Geller awalnya adalah Gereja Baptis St. Yohanes.
"Satu-satunya Islamic Center yang boleh dibangun dalam bayang-bayang World Trade Center adalah Islamic Center yang dikhususkan untuk menghapus Al-Quran dan semua ajaran Islam yang mengajarkan jihad dengan kekerasan, serta ayat-ayat yang mengajarkan kebencian serta mendorong orang melakukan kekerasan," tukas Geller.
Selain Geller, anggota kelompok Community Board 1, Paul Sipos juga mempertanyakan rencana pembangunan Masjid di dekat Ground Zero. "Jika Jepang memutuskan untuk membuka sebuah pusat budaya Jepang di depan Pearl Harbour, tindakan itu tidak berperasaan. Jika Jerman membuka masyarakat paduan suara Bach di depan Auschwitz, pemilihan tempatnya juga tidak berperasaan. Saya tidak anti-Islam, saya hanya mempertanyakan, mengapa harus membangun Masjid di sana (Ground Zero)?" ujar Sipos.
Beberapa kerabat korban serangan 11 September juga menolak rencana pembangunan Masjid di dekat Ground Zero. "Saya tidak suka. Saya tidak berprasangka buruk, tapi bangunan itu dibuat terlalu dekat dengan tempat keluarga kami dibunuh," kata Evelyn Pettigno, yang kehilangan saudaranya dalam peristiwa tersebut.
Sejumlah pernyataan yang lebih ekstrim juga mengkritik rencana pembangunan Masjid itu. Pimpinan kelompok sayap kiri Tea Party Movement, Mark Williams bahkan memposting artikel yang provokatif di blognya. Ia menulis, "Monumen itu terdiri dari sebuah Masjid yang akan digunakan untuk memuja dewa monyet para teroris. "Saya berhutang maaf pada jutaan penganut agama Hindu yang menyembah Dewa Hanoman, Dewa Monyet yang sebenarnya."
Pernyataan William dikecam keras oleh juru bicara Michael Bloomber--walikota New York--bahwa bangunan yang didirikan di dekat Ground Zero sudah mendapatkan izin dan digunakan untuk berbagai keperluan, antara lain untuk pusat keagamaan.
Sementara, komunitas Muslim memilih lokasi bekas toko Burlington Coat Factory yang rusak terkena dampak runtuhnya World Trade Center saat serangan 11 September 2001. Direktur American Society for Muslim Advancement--organisasi yang mengordiniri rencana pembangunan masjid--Daisy Khan mengatakan, "Kami ingin membuat sebuah platform untuk memperkuat suara mayoritas dan kalangan arus utama komunitas Muslim yang selama ini diam." (eramus)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar